Oleh: Fresty Restu Pertiwi
Semenjak manusia berinteraksi dengan aktifitas pendidikan semenjak itulah
manusia telah berhasil merealisasikan berbagai perkembangan dan kemajuan dalam
segala lini kehidupan mereka. Bahkan pendidikan adalah sesuatu yang alami dalam
perkembangan peradaban manusia. (Yanto,Quo Vadis
Pendidikan Modern)
Seiring
berkembangnya era globalisasi saat ini, masyarakat semakin berlomba-lomba untuk
memperbaiki taraf hidupnya. Tentunya yang ingin dicapai oleh setiap
manusia adalah kesuksesan dalam hidup. Oleh karena itu sumber daya
manusia perlu ditingkatkan secara kontinu agar dapat bersaing di masa
yang akan datang. Salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan kualitas
sumber daya manusia tersebut adalah melalui pendidikan. Dalam undang-undang
nomor 20 Tahun 2003 yaitu, pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi
warga Negara yang demokratis serta bertanggungjawab.
Menurut wiji
suprayogi dalam artikelnya Trend Dunia Pendidikan Modern Kita
menyatakan bahwa “Perubahan menuntut sistem dan cara yang berlaku dalam
dunia pendidikan harus ikut berubah”. Apalagi saat ini, pendidikan dipercaya
sebagai lembaga yang menyiapkan individu agar siap menghadapi tantangan jaman.
Pendidikan merupakan ujung tombak keberhasilannya suatu negara karena negara
yang cerdas dipengaruhi oleh manusia-manusia yang cerdas. Sebagai bahan
perenungan, saya akan memberikan dua gambaran negara yang sungguh-sungguh
memperhatikan kualitas dan kuantitas pendidikan di negaranya yaitu negara
Amerika Serikat dan negara Jepang. Yanto dalam artikelnya yang berjudul Quo
Vadis Pendidikan Modern menceritakan rintisan kemajuan kedua negara
tersebut dalam memperbaiki pendidikannya.
Diceritakan, ketika Uni
Sovyet meluncurkan pesawat luar angkasanya yang pertama bernama spotnic pada 4 oktober 1957,
pada saat itu Amerika Serikat tergoncang. Spotnic diperbincangkan dan menjadi topik utama di Amerika. Hal ini
sangat diperhatikan oleh Dwight D. Eisenhower tidak lain adalah Presiden AS
yang ke-34. Ketika itu Presiden AS membentuk agen khusus untuk merespon
kejadian besar ini. agen tersebut bukan bertugas untuk menyelidiki kenapa Uni
Sovyet berhasil mendahului mereka dalam membuat teknologi secanggih itu dengan
meluncurkan pesawat luar angkasa, melainkan mereka mendapat arahan langsung
dari presiden untuk melakukan suatu misi yang tidak diduga sebelumnya oleh para
pengamat politik waktu itu. Misi mereka adalah meninjau kembali kurikulum
pendidikan AS mulai dari jenjang pendidikan dasar sampai tingkat perguruan tinggi.
Dengan bersungguh-sungguh menjalankan misi itu dan akhirnya dalam waktu yang
singkat agen tersebut berhasil mengeluarkan statement yang menyatakan bahwa
kurikulum pendidikan di AS dari semua jenjang pendidikan sudah tidak layak
untuk digunakan dan harus direvisi.
Akhirnya Amerika mulai
melakukan pembaharuan pendidikan dalam segala segi dan dimensinya. Sebuah
keputusan yang sangat berani waktu itu. Tetapi itulah konsekuensinya jika
ingin berkompetisi dalam kemajuan peradaban negaranya. Mulai dari
kurikulum, mata pelajaran, tenaga pengajar, sarana pendidikan sampai kepada
sistem evaluasi pendidikan. Usaha mereka dengan sangat cepat membuahkan hasil
yang sangat luar biasa. Tepatnya pada tanggal 14 juli 1969 mereka berhasil
menempatkan manusia pertama di permukaan bulan. Hanya dalam kurun waktu
12 tahun. Terlihat mereka berhasil mengungguli teknologi Uni Sovyet. Waktu yang
relatif singkat, kurang dari masa pendidikan seorang anak dari tingkat dasar
sampai jenjang perguruan tinggi.
Negara kedua yang sangat
memperhatikan pendidikannya ialah Jepang. Seperti yang telah kita ketahui,
ketika seusai kekalahan mereka dalam perang dunia II dengan dibomnya kota
Hiroshima dan Nagasaki. Pada saat yang sama, Jepang mengalami kelumpuhan
dalam segala lini kehidupan. Bahkan kaisar Jepang yaitu kaisar
Showa menyatakan bahwa mereka sudah tidak punya apa-apa lagi kecuali tanah dan
air. Penderitaan mereka tidak cukup sampai disitu, karena hukuman sebagai orang
yang kalah perang, melarang Jepang untuk membangun angkatan bersenjata. Semua
itu menjadi hambatan yang sangat besar untuk dapat bangkit dan membangun sebuah
peradaban. Statement tersebut diruntuhkan oleh
Jepang karena negara matahari terbit tersebut bangkit perlahan-lahan dengan
memperbaharui sistem pendidikan mereka dalam semua jenjang pendidikan. Pada
masa yang relatif singkat kemudian Jepang berhasil membangun negaranya
menjadi negara yang kuat dalam bidang ekonomi dan pendidikan. Bahkan pada
saat ini Jepang menjadi negara ekonomi terkuat yang telah menjadi ancaman bagi
AS sendiri.
Apabila dibandingkan
dengan bangsa Indonesia yang sama-sama memperbarui negaranya pada tahun 1945.
Indonesia menyatakan kemerdekaanya pada tahun 1945 dan Jepang di bom atom pada
tahun 1945. Tetapi Jepang telah berlari (sprint) jauh di depan, kita
masih tertatih-tatih bahkan jalan di tempat dan terkadang juga mundur ke
balakang. Faktanya dari kemajuan pendidikan di Jepang adalah berubahnya arti
dari buta huruf dikalangan rakyat Jepang. Buta huruf yang sudah tidak ada
lagi di Jepang mempunyai arti "tidak bisa menggunakan komputer".
Sedangkan buta huruf di negeri kita yang berarti “tidak bisa tulis dan baca”.
Dari cerita fakta kedua
negara tersebut sangat mengetuk bahkan mengguncangkan diri kita selaku
pemerhati dan sangat interest pada pendidikan. Kemajuan kedua negara tersebut tidak dapat dipisahkan
antara pendidikannya yang modern dan teknologi yang semakin canggih. Teknologi
yang ada di indonesia pun mulai berkembang yang diadopsi dari negara-negara
maju seperti Jepang, Amerika, China. Dengan teknologi yang sekarang ini
masyarakat Indonesia mampu memperoleh informasi secara cepat. Tapi, di sisi
lain masyarakat bangsa kita belum siap menghadapi kemajuan teknologi ini. Ketika
menyaksikan iptek yang mereka ciptakan malah mendistorsi nilai-nilai kemanusiaan menjadi perilaku dan budaya
yang “mendewakan” iptek dan menyalahgunakan fungsi dari iptek itu sendiri.
Pada era globalisasi ini, ancaman dan tantangan hadir dari
dekadensi budaya sebagai akibat dari gejolaknya arus informasi. Menurut
Haryanti “Arus globalisasi di segala segi, membuat akses terhadap pengetahuan
keragaman budaya menjadi jauh lebih terbuka.”
Menurut Cahyani “Globalisasi menghadirkan berbagai tuntutan dan
perubahan dalam segala pola dan perilaku kehidupan. Dampak tersebut menimbulkan
krisis sosial.” Hal yang sama
dikhawatirkan pula oleh Sauri, ”Dapat mengancam eksistensi bangsa Indonesia yang telah pudar dan
menghilangnya karakter bangsa”. Kenyataan menunjukkan hilangnya jati diri
individu-individu manusia Indonesia yang berakibat luntur dan rusaknya karakter
bangsa Indonesia dan jati diri bangsa.
Hal ini, perlu penanganan
dan perhatian yang sangat khusus bagi pemerintah. Tentunya kita tidak dapat
menyalahkan kehadiran teknologi ditengah-tengah kehidupan kita, karena
tak sedikit kehadirannya pun memberikan kontribusi positif bagi negara kita. Seperti
yang dipaparkan di atas bahwa lagi-lagi pendidikanlah yang mempunyai peran
penting untuk menanggulangi ancaman dan tantangan tersebut. Salah satunya
dengan pendidikan karakter. Elkind dan sweet (Boeriswati) memaknai
pendidikan karakter sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti,
pendidikan moral, pendidikan watak, yang bertujuan mengembangkan kemampuan
peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik,
dan mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati. Upaya pemerintah untuk
memperbaiki pendidikan di Indonesia yaitu dalam kurikulum KTSP sekarang ini,
telah menempatkan pendidikan karakter ke setiap mata pelajaran pada pendidikan
formal. Dalam harian kompas 27 September 2011 halaman 2
menjelaskan bahwa “Percontohan penerapan pendidikan karakter dikembangkan di
500 institusi pendidikan formal dan nonformal di 33 provinsi” di Indonesia. Sekarang tinggal
pendidiknya yang menanamkan pendidikan karakter tersebut ke jiwa para peserta
didik, sehingga peserta didik tidak hanya dapat melapalkan pendidikan karakter
yang baik dan tidak baik seperti apa, melainkan mereka dapat mengaplikasikannya
dalam kehidupan sehari-hari. Keputusan tersebut mari kita jalankan dengan
sungguh-sungguh karena seperti yang telah dipaparkan di atas bahwa “konsekuensi
jika ingin berkompetisi dalam kemajuan peradaban negaranya, harus berani
mengambil sebuah keputusan”.
Salam Perjuangan Pendidikan Indonesia!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar