Rabu, 21 Desember 2011

SOLUSI PERMASALAHAN POKOK DALAM PENDIDIKAN MATEMATIKA

Dalam pelaksanaan mengajar di sekolah, guru mempunyai peranan yang sangat besar demi tercapainya proses belajar yang baik. Sehubungan dengan peranan ini, seorang guru dituntut harus mempunyai kompetensi yang memadai dalam hal pengajaran di sekolah. Kurangnya kompetensi guru dapat menyebabkan pelaksanaan mengajar menjadi kurang lancar yang mengakibatkan siswa tidak senang dengan pelajaran sehingga siswa dapat mengalami berbagai kesulitan belajar dan pada akhirnya hasil belajar menurun.
Pendekatan Triarchic Instruction and Assesment atau disingkat TIA yang artinya instruksi dan penilaian triarki, di samping mempunyai tujuan khusus yaitu untuk mengembangkan kemampuan berpikir analitis, kreatif dan praktis, juga memiliki tujuan yang lebih luas. Salah satu tujuan TIA adalah menciptakan suatu lingkungan pembelajaran dimana peserta didik dengan aman dapat mengatakan,”Saya perlu mempelajari hal ini dengan cara lain”(Bukannya, ”saya tak akan pernah mempelajari masalah ini”). Pada gilirannya pendidik juga dengan rasa aman dapat menanggapi dan mengatakan,” Saya akan mengajarkan masalah ini dengan cara lain” (Bukannya, ”Saya tak akan pernah mampu mengajarkan masalah ini kepada peserta didik”).
Salah satu alternatif serupa itu adalah pembelajaran konvensional yang menekankan memori dan berpikir kritis. Sternberg (Grigorenko, Sternberg, 2010: 38) menyatakan bahwa “Riset menunjukkan bahkan seandainya tujuan guru semata-mata mengasah ingatan akan pengetahuan faktual, ia akan mendapatkan hasil-hasil yang lebih baik dengan menggunakan pendekatan TIA daripada dengan mengasah ingatan secara langsung”. Akan tetapi pada program pendidikan tampaknya mengembangkan kecerdasan satu pola saja, yaitu kecerdasan analitis dan bahkan mengabaikan dua pola lainnya, yaitu kecerdasan kreatif dan praktis yang sangat penting untuk menjalani kehidupan dengan sukses. Menjadi mumpuni dalam salah satu kemampuan berpikir mungkin tidak  akan cukup untuk menjadikan kita sukses dalam kehidupan. Sternberg (Grigorenko, Sternberg, 2010) telah menengarai kemampuan berpikir analitis, kreatif dan praktis sebagai penyusun kecerdasan sukses dan telah disadari bahwa orang-orang sukses menggunakan ketiga kemampuan tersebut untuk meraih kesuksesan.
Penerapan TIA  ini terdiri dari mengajarkan berpikir analitis, kreatif, dan praktis.
a.    Mengajarkan Berpikir Analitis
Sternberg, Grigorenko (2010: 55) mengatakan bahwa “Kecerdasan analitis merupakan komponen pertama dalam kecerdasan sukses. Hal ini meliputi pengarahan secara sadar atas proses mental untuk menemukan solusi yang masuk akal atas suatu permasalahan”.
Contohnya adalah apabila kita akan membeli suatu barang tetapi karena satu dan lain hal uang kita tidak cukup untuk membeli barang tersebut. Dari contoh tersebut dapat diselesaikan oleh proses kecerdasan analitis karena tujuan dari kecerdasan berpikir analitis adalah perpindahan dari suatu masalah menuju suatu solusi.
b.    Mengajarkan Berpikir Kreatif
Kreativitas merupakan suatu keputusan. Orang-orang yang kreatif adalah seperti investor yang baik: mereka membeli saat harga rendah dan menjualnya dengan harga tinggi. Namun, perbedaannya pada tempatnya. Para Investor melakukan hal itu di dunia keuangan tetapi orang-orang kreatif  melakukannya di dunia ide-ide.
Para pendidik sebaiknya mendorong dan mengembangkan kreativitas dengan mengajar para peserta didik menemukan keseimbangan antara berpikir analitis, kreatif, dan praktis. Pada umumnya pendidik ingin mendorong kreativitas peserta didiknya namun pada kenyataannya tidak sedikit pendidik yang mengetahui secara pasti bagaimana melakukannya. Berikut akan dipaparkan strategi-strategi untuk berpikir kreatif yang diciptakan oleh Sternberg, Grigorenko (2010: 88).
Strategi untuk  berpikir kreatif, diantaranya:
·      Mendefinisikan kembali masalah
Penerapan di kelas: pendidik dapat mendorong peserta didik untuk menemukan suatu pertanyaan yang berbeda dalam menanyakan masalah matematika yang dihadapinya.
·      Mempertanyakan dan menganalisis asumsi-asumsi
Penerapan di kelas: Pendidik dapat mendorong peserta didik untuk mempertimbangkan.
·      Menjual ide-ide kreatif
Penerapan di kelas: Pendidik dapat mendorong peserta didik untuk meyakinkan teman kelas bahwa metode-metode pemecahan masalah matematika yang mereka ajukan adalah betul.
·      Membangkitkan ide-ide
Penerapan di kelas: Pendidik dapat meminta kepada peserta didik membuat soal matematika dalam bentuk soal cerita.
·      Mengenali dua sisi pengetahuan
Penerapan di kelas: Pendidik dapat mendorong peserta didik untuk mempertimbangkan suatu cara pemecahan soal matematika yang selalu mereka gunakan lalu mencobanya dengan cara yang lain.
·      Mengidentifikasi dan mengatasi hambatan
Penerapan di kelas: Pendidik dapat meminta peserta didik untuk membandingkan metode baru dalam menyelesaikan masalah perkalian dengan metode umum, dan  menyempurnakan metode baru tersebut sehingga dengan metode itu lebih efisien dibanding dengan metode umum.
·      Mengambil risiko-risiko dengan bijak
Penerapan di kelas: Pendidik dapat mendorong peserta didik untuk mencoba memecahkan pembuktian luas daerah segitiga yang sulit.
·      Menoleransi ambiguitas
Penerapan di kelas: Pendidik dapat menanyakan kepada peserta didik untuk tetap mencoba memecahkan masalah yang sampai saat ini belum terpecahkan keseluruhannya.
·      Membangun keandalan-diri
Penerapan di kelas: Pendidik dapat mendorong peserta didik meluangkan waktu untuk memecahkan soal keliling dan luas daerah segitiga yang cukup sulit.
·      Menemukan minat sejati
Penerapan di kelas: Pendidik dapat mendorong peserta didik untuk memahami penggunaan matematika dalam olahraga.
·      Menunda kepuasan
Penerapan di kelas: Pendidik dapat mengingatkan peserta didik untuk menyelesaikan soal keliling dan luas daerah segitiga yang demikian rumit.
·      Membuat model kreativitas
Penerapan di kelas: Pendidik dapat menyuruh peserta didik menulis soal matematika berdasarkan olahraga yang menarik perhatian mereka.
Menurut Bawazir (2009) ciri-ciri kreatif adalah (1) berpikir lancar dengan mengajukan banyak pertanyaan, jawaban dan gagasan; (2) berpikir luwes dengan menghasilkan gagasan atau jawaban atau pertanyaan yang variatif, dapat melihat suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda-beda; (3) berpikir orisinal dengan mampu melahirkan ungkapan, gagasan baru yang unik, tidak lazim dipikirkan orang; (4) mengevaluasi dengan menentukan patokan penilaian sendiri, mampu mengambil keputusan pada situasi yang terbuka, bersikap kritis; (5) kritis dengan selalu terdorong untuk mengetahui segala hal; (6) imajinatif dengan membayangkan berbagai hal yang belum pernah terjadi; (7) tertantang oleh kemajemukan dengan tertarik pada situasi dan masalah yang rumit; (8) berani mengambil resiko dengan berani mengemukakan jawaban atau gagasan, meskipun belum tentu benar atau diterima, tidak takut gagal, tidak terikat pada hal yang berstruktur/konvensional; (9) sifat menghargai dengan menghargai kritik, bimbingan orang lain, maupun kemampuan dan bakatnya sendiri; (10) mengelaborasi dengan memperkaya dan mengembangkan suatu gagasan atau produk, menambah atau merinci detail-detail suatu objek, atau situasi sehingga menjadi lebih menarik.
c.    Mengajarkan Berpikir Praktis
Sternberg, Grigorenko (2010: 139) mengatakan bahwa hampir tiap orang mengetahui bahwa para pemikir yang baik itu seringkali membuat berbagai kesalahan dan gagal melaksanakan tugasnya. Pemikiran bagus mereka seolah-olah sia-sia ketika mereka berkonfrontasi dengan masalah praktis, masalah-masalah dunia nyata.
Kesalahan dan kegagalan terkadang membuat orang tersebut menjadi berhenti untuk menggapai tujuan awalnya. Agar kita mengetahui apa saja yang menjadi penghalang dalam berpikir praktis. Berikut akan dipaparkan sesuai dengan yang diungkapkan Sternberg dan Grigorenko.
Daftar penghalang berpikir praktis, sebagai berikut:
·       Kurangnya motivasi
·       Kurangnya pengendalian nafsu
·       Kurangnya ketekunan atau ketekunan yang berlebih-lebihan
·       Menggunakan kemampuan yang salah
·       Ketidakmampuan menerjemahkan pikiran kedalam tindakan
·       Kurangnya orientasi pada produk
·       Ketidakmampuan menyelesaikan tugas dan melanjutkannya
·       Kegagalan mengawali proyek
·       Takut gagal
·       Menunda-nunda atau menangguh-nangguhkan
·       Kekeliruan dalam menemukan penyebab masalah
·       Terlalu mengasihani diri
·       Ketergantungan yang berlebih-lebihan
·       Berkutat dalam kesulitan-kesulitan pribadi
·       Kekacauan pikiran dan lemahnya konsentrasi pikiran
·       Terlalu sedikit atau terlalu lebar dalam membuka diri
·      Ketidakmampuan atau keengganan untuk melihat masalah dalam perspektif yang lebih luas atau menyeluruh
·      Kurangnya keseimbangan antara berpikir analitis, kreatif dan praktis.
·      Rasa percaya diri yang terlalu kecil atau besar.
Kegiatan alur pembelajaran ini telah disusun secara berurutan oleh Sternberg (2010: 241-242), oleh karena itu pendidik harus menghafalkan keempat model instruksi yang efektif sebagai berikut ini:
1.   Ceritakan kepada saya. Pendidik menjelaskan kepada peserta didik apa tujuan-tujuan unit dan apakah mereka mengetahui atau menguasai tujuan-tujuan dari unit tersebut. (sebagai contoh,”Saya ingin kamu mengetahui bagaimana caranya membuat suatu daftar dalam sebuah tulisan.”)
2.   Tunjukkan kepada saya. Pendidik menjelaskan kepada peserta didik keterampilan apa saja yang ditargetkan (Misalnya:”Mari kita buat suatu daftar bersama-sama. Mari kita susun suatu daftar makanan favorit kita”.)
3.   Bimbinglah saya. para pendidik melatih peserta didik. (sebagai contoh,”sekarang buatlah daftar aktivitas favoritmu. Ingat bahwa persyaratan-persyaratan untuk sebuah daftar mencakup ...”)
4.   Tantanglah saya. para pendidik menguji pengetahuan peserta didik. (sebagai contoh,” Sekarang setiap dari anda butuh untuk memikirkan suatu daftar yang ingin dibuat dan tunjukkan kepada saya daftar anda tersebut”.)
Dalam hal ini, diharapkan individu berpikir analitis, kreatif dan praktis (kecerdasan triarchic) ketika dikaitkan dengan pengetahuan siswa yang didapat, maka pendekatan TIA akan lebih mudah mengatasi masalah-masalah matematika siswa. Sehingga individu harus terus menerus menganalisis berbagai situasi, menggunakan sumber daya pribadi secara inovatif dan menyesuaikan diri dengan lingkungannya (belajar atau tempat kerja). Jika banyak individu menerima bahwa dunia tenaga kerja modern menjadikan kemampuan analitis, kreatif dan praktis bukan sekedar sebagai keutamaan, tetapi sebagai keharusan, menurut Grigorenko, Sternberg (2010: 38) mengatakan bahwa maka logis saja jika disimpulkan penguasaan keterampilan analitis, kreatif dan praktis harus menjadi suatu hasil penting pendidikan. Sehingga dapat tercapai tujuan pendidikan yang telah dicita-citakan oleh pemerintah. Hal ini pun memungkinkan para siswa belajar dengan cara yang paling baik dan sesuai dengan keinginan mereka dan oleh sebab itu, mereka akan lebih termotivasi untuk belajar memecahkan permasalahan-permasalahan matematika lebih lanjut. 

Referensi
Farida, I. (2005). Pembelajaran Matematika dengan Metode Problem-Centered-Learning Sebagai Upaya untuk Meningkatkan kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa MAN. Skripsi. Jurusan Pendidian Matematika FPMIPA UPI. Tidak diterbitkan.
Hudojo, H. (2003). Common Textbook (edisi Revisi) Pengembangan Kurikulum dan Pembelajran Matematika. Bandung: FPMIPA UPI.
Kesumawati, Nila. 2010. Peningkatan Kemempuan Pemahaman, Pemecahan Masalah, dan Disposisi Matematis Siswa SMP Melalui Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik. Disertasi Doktor pada SPs UPI bandung; tidak diterbitkan.
Nurlaela, W. (2005). Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dan Kontribusinya Terhadap Peningkatan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMP. Skripsi. Jurusan Pendidian Matematika FPMIPA UPI. Tidak diterbitkan.
Ruseffendi, E.T. (2001). Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non-Eksakta Lainnya. Semarang: CV.IKIP Semarang Press.
Shulfan.(2009).Matematika dan masa depan. [Online]. Tersedia:google.com. [01 Juni 2011]
Suciana, Nita. (2006). Pengaruh Model Pembelajaran SLIM-n-BIL terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa. Skripsi. Jurusan Pendidian Matematika FPMIPA UPI. Tidak diterbitkan.
Suherman, E. (2001). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: Penerbit JICA.
…………. (2003). Pendekatan Kontekstual dalam Pembelajaran Matematika. Makalah. Jurdikamat FPMIPA UPI: Tidak Diterbitkan.


Alat Peraga Hexamino (Media Pembelajaran Matematika)




Powerpoint Dimensi Tiga

Download Disini

DUOTONE DAN SEPHIA

before

Duotone

Sephia